Sabtu, 28 November 2020

HEMATOLOGI (PEMBEKUAN DARAH DAN ANTIKOAGULANSIA)

 

Hematologi adalah bidang studi kesehatan  yang mempelajari tentang darah dan gangguan darah yang terjadi. Beberapa penyakit yang masuk kedalam bidang hematologi adalah anemia, gangguan pembekuan darah, penyakit infeksi, hemofilia dan leukemia. Dalam hematologi, diketahui gangguan bahwa biasanya terjadi karena adanya penyakit, efek samping obat-obatan, dan kekurangan nutrisi tertentu dalam asupan makanan sehari-hari.

Hemostasis merupakan pristiwa penghentian perdarahan akibat putusnya atau robeknya pembuluh darah, sedangkan thrombosis terjadi ketika endothelium yang melapisi pembuluh darah rusak atau hilang. Proses ini mencakup pembekuan darah (koagulasi) dan melibatkan pembuluh darah, agregasi trombosit serta protein plasma baik yang menyebabkan pembekuan maupun yang melarutkan bekuan. Homeostasis dan pembekuan > reaksi pengendalian perdarahan > pembekuan trombosit dan fibrin pada tempat cedera Pada saat cedera, ada 3 proses Vasokonstriksi sementara, Reaksi trombosit (adhesi, pelepasan, agregasi), Pengaktifan faktor beku darah.

PEMBEKUAN DARAH

            Pembekuan adalah esensial, bagian perlindungan hemostatis yang mencegah kehilanggan darah bila suatu pembuluh darah rusak. Hemostatis mengacu pada penghentian perdarahan. Pembekuan adalah kemampuan darah untuk berubah dari cair menjadi masa semi padat. Pembekuan ini melibatkan perubahan fibrinogen, makrofag yang dapat larut yang terdiri dari rantai-rantai polipeptida, menjadi monomer fibrin dengan kerja trombin enzim proteolitik.

            Hemostatis, berhentinya perdarahan atau berlangsungnya sirkulasi darah, sering dibagi menjadi empat kejadian utama :

1.  Vasokonstriksi

2. Pembekuan plak trombosit hemostatik

3. Koagulasi darah Pembentukan bekuan, interaksi antara keempatnya penting untuk hemostatis normal.

Mekanisme Pembekuan Darah

Mekanisme atau proses pembekuan darah terjadi dalam rangkaian interaksi kimiawi yang cukup kompleks yaitu sebagai berikut :

1.  Pembuluh darah menyempit

        Ketika tubuh terluka dan mengeluarkan darah, artinya telah terjadi kerusakan pembuluh darah. Nah, saat itu juga pembuluh darah akan mengejang, sehingga terjadi vasokonstriksi atau penyempitan pembuluh darah.

            2. Sumbatan dari trombosit terbentuk

        Pada bagian pembuluh darah yang rusak, trombosit akan segera menempel dan membentuk sumbatan agar tidak banyak darah yang keluar. Agar proses pembentukan sumbatan dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya, trombosit akan menghasilkan zat kimia tertentu untuk mengundang trombosit-trombosit lainnya.

            3. Faktor koagulasi membentuk bekuan darah

        Di saat yang bersamaan, faktor-faktor koagulasi atau pembekuan akan membentuk reaksi yang disebut dengan kaskade koagulasi. Pada kaskade koagulasi, faktor pembekuan fibrinogen akan diubah menjadi benang-benang halus yang disebut dengan fibrin. Benang-benang fibrin ini akan bergabung dengan trombosit untuk memperkuat sumbatan.

            4. Proses pembekuan darah berhenti

        Agar pembekuan darah tidak terjadi secara berlebihan, faktor-faktor koagulasi akan berhenti bekerja dan trombosit diambil kembali oleh darah. Setelah luka berangsur-angsur membaik, benang fibrin yang sebelumnya terbentuk pun akan hancur, sehingga tidak ada lagi sumbatan pada luka.

 Faktor Pembekuan Darah Terlibat Dalam Koagulasi

            Dalam kaskade koagulasi, bahan kimia yang disebut faktor pembekuan atau faktor koagulasi yang memicu reaksi cepat yang mengaktifkan lebih banyak faktor koagulasi. Prosesnya rumit, tetapi dimulai disepajang dua jalur dasar yaitu jalur ekstrinsik, yang biasanya dipicu oleh trauma jaringan dan jalur intrinsik, yang dimulai dalam aliran darah dan dipicu oleh kerusakan internal pada dinding pembuluh darah. Keduanya bergabung menjadi jalur ketiga, disebut sebagai jalur umum. Ketiga jalur tergantung pada 12 faktor pembekuan yang diketahui, termasuk Ca 2+ dan vitamin K. Faktor pembekuan disekresikan terutama oleh hati dan trombosit. Hati membutuhkan vitamin K agak tidak biasa diantara vitamin karena tidak hanya dikomsumsi dalam makan tetapi juga disintesis oleh bakteri yang berada diusus besar. Ion kalsium, yang dianggap sebagai faktor  yang berasal dari makanan  dan dari kerusakan tulang. Beberapa bukti terbaru menunjukkan bahwa aktivasi berbagai faktor prmbrkuan terjadi pada lokasi reseptor spesifik pada pembekuan trombosit.


Gangguan Pembekuan Darah

            Salah satu faktor pembekuan darah yang kurang dapat menggangu pembekuan darah. Hal ini dapat disebabkan defisiensi faktor pembekuan secara genetik, supresi komponen pembekuan atau konsumsi komponen pembekuan.


ANTIKOAGULAN

Antikoagulan adalah zat bekerja melawan koagulasi. Beberapa antikoagulan plasma yang bersirkulasi berperan dalam membatasi proses koagulasi pada daerah cedera dan memulihkan kondisi darah yang normal dan bebas gumpalan. Minsalanya sekelompok protein yang secara kolektif disebut sebagai sebagai sistem protein C menonaktifkan faktor pembekuan yang terlibat dalam jalur instrinsik. TFPI (penghambat jalur faktor jaringan) menghambat konversi faktor  VII yang tidak aktif mrnjadi bentuk aktif dijalur ekstrinsik. Anitrombin menonaktifkan fakto X dan menentang konversi protombin (faktor II) menjadi trombin dijalur yang sama. Basofil melepaskan heparin, antikoagulan aksi singkat yang juga menentang protombin. Heparin juga ditemukan pada permukaan sel yang mealpisi pembuluh darah. Bentuk farmasi heparin sering diberikan secara terapeutik, minsalnya pada pasien bedah yang berisiko mengalami pembekuan darah. 

Antikoagulan dipakai untuk menghambat pembentukan bekuan darah. Tidak seperti trombolitik, obat ini tidak melarutkan bekuan yang sudah ada tetapi bekerja sebagai pencegahan pembentukan bekuan baru. Antikoagulan dipakai pada pasien yang memiliki  gangguan pembuluh darah arteri dan vena yang membuat mereka berisiko tinggi untuk pembentukan bekuan darah. Gangguan pada vena mencangkup trombosis vena dalam dan emboli paru dan gangguan arteri mencangkup trombosis koronaria (infrak miokardium), adanya katup jantung buatan dan serangan pembuluh darah otak. Untuk gangguan arteri, antipletelet seperti aspirin, dipiridamol (persatine) dan sulfinpirazo (auturane) dianggap sebagai obat pilihan.

Faktor Antikoagulan Dalam Darah Normal

Antikoagukan menghambat pembekuan dan penting dalam mempertahan kan cairan darah. Suatu antikoagulan dapat dipertimbangkan sebagai suatu faktor yang mencegah pembekuan darah. Faktor-faktor yang membantu dan mencegah pembekuan darah meliputi lapisan endotel halus pembuluh darah, aliran darah cepat melalui suatu area, protein muatan negatif pada permukaan endotel dan substansi antikoagulan dalam darah.

         Antikoagulan yang paling kuat dalam darah adalah yang membuang kelebihan trombin yang dibentuk selama pembekuan. Antikoagulan ini adalah benang-benang fibrin dan anti trombin III. Selama  pembentukan bekuan, 85%-90% trombin terabsorbsi menjadi benang-benang fibrin. Adsorbsi ini secara efektik menghentkan kerja tromin pada fibrinogen. Kelebihan trombin yang tidak terabsorbsi beriaktan denagn protein plasma antitrombin III, yang menghambat efek trombin pada fibrinogen dan menghaentikan aktiviatas trombin.

Heparin

antikoagulan yang diberiakan peroral atau suntiakan (subkutan atau intravena). Heparin merupakan substansi alami yang berasal dari hati yang berfungsi untuk mencegah pembentukan bekuan. Mula-mula dipakai dalam tranfusi  darah untuk pembentukan bekuan darah. Heparin dipakai pada bedah jantung terbuka untuk mencegah pembekuan darah. Karena heparin tidak diabsorbsi denagan baik dari saluran cerna, obat ini diberiakn secara subkutan untuk pencegahan atau intravena untuk mengobati trombosis akut.

Antikoagulan oral

kelompok kumarin dari antikoagulan oral terdiri dari warfarin dan dikumarin , warparin merupan kumaran yang paling banyak diguankan. Antikoagulan menghambat sintesis vitamin K pada hati, sehingga mempengaruhi faktor-faktor pembekuan II, VII, IX dan X. Obat ini dipakai terutama dalam mencegah keadaan tromboembolik, seperti emoli paru-paru dan pembentukan emoli akibat fibrilasi atrial. Antikoagulan oral memperpanjang masa pembekuan dan dipantau dengan masa protombin. Farmakologi warfarin secara umum bekerja sebagai penghambat faktor koagulasi tergantung vitamin K seperti faktor II, VII, IX, X, dan antikoagulan protein C dan S.

Farmakodinamik

Efek antikoagulan dari warfarin berasal dari inhibisi interkonversi siklik vitamin K di liver. Bentuk vitamin K yang tereduksi dibutuhkan untuk karboksilasi faktor II, VII, IX, dan X sehingga faktor-faktor koagulasi ini menjadi bentuk aktif. Maka, tanpa vitamin K tereduksi, faktor-faktor di atas tidak dapat berfungsi sebagai faktor koagulan. Warfarin mengintervensi konversi vitamin K menjadi bentuk yang tereduksi, sehingga warfarin secara tidak langsung mengurangi jumlah faktor-faktor koagulasi tersebut. Dosis terapeutik warfarin mengurangi jumlah faktor koagulan bentuk aktif tergantung vitamin K yang diproduksi oleh liver mencapai hingga 30%-50%.   

Farmakokinetik

Aspek farmakokinetik warfarin terdiri dari aspek absorpsi, distribusi, metabolism, dan eliminasinya.

Absorpsi, Warfarin diabsorpsi melalui rute oral dan membutuhkan waktu 4 jam untuk mencapai konsentrasi puncak. Warfarin di absorpsi secara cepat dan komplit. Efek antikoagulasi terjadi dalam 24 jam hingga 72 jam setelah administrasi, waktu puncak efek terapeutik terlihat dalam 5-7 hari setelah terapi inisiasi. Namun, hasil INR sudah ditemukan meningkat dalam 36-72 jam setelah terapi inisiasi. Hal ini terjadi pada terapi inisiasi serta perubahan dosis warfarin karena masih bervariasinya waktu paruh faktor koagulasi yang beredar dalam sirkulasi darah. Durasi satu dosis warfarin dapat bertahan hingga 2-5 hari.

Distribusi, Volume distribusi warfarin adalah 0,14 liter/kg. Warfarin tidak didistribusikan ke dalam air susu. Protein binding 99%.

           - Metabolisme, Warfarin terdiri dari isomer S dan R yang dimetabolisme di liver oleh enzim mikrosomal hepatik (sitokrom P-450) menjadi metabolit inaktif terhidroksilasi dan metabolit tereduksi. Isomer S memiliki potensi efek yang lebih tinggi dari isomer R. Isomer S dimetabolisme oleh enzim CYP2C9 dan isomer R dimetabolisme oleh CYP1A2. Metabolit ini diekskresikan melalui urine, dan dalam jumlah sedikit diekskresikan melalui cairan empedu.

              - Eliminasi, Ekskresi warfarin paling utama lewat urine oleh filtrasi glomerular dalam bentuk metabolit (92%) dan hanya sedikit yang dieksresikan dalam bentuk tidak diubah. Waktu paruh warfarin efektif berkisar 20-60 jam, dengan rata-rata 40 jam.

Resistensi

Resistensi warfarin dibedakan menjadi 2 jenis: inkomplit dan komplit.

1.  Resistensi Inkomplit

Pasien resistensi inkomplit hanya dapat mencapai efek terapeutik warfarin dengan pemberian dosis tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh variasi genetik VKORC1, di mana beberapa jenis enzim ini memiliki kemampuan yang lebih rendah untuk berikatan dengan warfarin. Berkurangnya enzim VKORC1 yang berikatan dengan warfarin menyebabkan resistensi inkomplit dan dibutuhkan dosis yang lebih tinggi agar dapat menginhibisi VKORC1 untuk mencapai efek terapeutik.

2Resistensi Komplit

Apabila warfarin tidak dapat berikatan sama sekali dengan VKORC1, kejadian ini disebut dengan resistensi komplit. Individu dengan resistensi komplit tidak akan merespons dengan warfarin meskipun sudah diberikan dosis tinggi.

 

PERTANYAAN

1. Kenapa pada pasien yang sedang melakukan operasi bedah beresiko lebih cepat menagalami pembekuan darah bagaimana mekasime yang terjadi ?

2. Bagaimana aktivitas antikoagulan warparin dapat diperkuat oleh obat aspirin? 

3. Apakah pengguna dari obat antikagulan warparin dapat menghambat metabolisme obat lain ketika dikomsusi secara bersmaan? 

4. Kenapa heparin tidak diabsorbsi dengan baik pada salauran cerna? 


DAFTAR PUSTAKA

Doda, D. V. D., H.Polii. S. R. Marunduh dan I. M. Sapulete. 2020. Fisiologi Sistem Hematologi. Deepublish, Yogyakarta.

Kee, J.L dan E. R. Hayes. 1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. EGC, Jakarta.

Tambayong, J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. EGC, Jakarta.

ANTIHISTAMIN (TURUNAN PROPILAMIN DAN FENOTIAZIN)

 

    AAntihistamin Turunan Propilamin (Alkilamin)

Antihistamin turunan propilamin (alkilamin), struktur umum Ar (Ar`)CH-CH2-CH2-N(CH3)2. Turunan propilamin (alkilamin) merupakan antihistamin dengan indeks terapetik (batas keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah. Contoh: feniramin maleat, bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat, deklorfeniramin maleat dan triprolidin HCL.



        1. Feniramin maleat (Avil), merupakan turunan alkilamin yang mempunyai efek antihistamin H1 terendah. Diperdagangkan dalam bentuk campuran rasematnya. Harus diberikan bersama makanan.

           2Klorfeniramin maleat (CTM, Cohistan, Pehachlor), merupakan antihistamin H1 yang populer dan banyak diguankan dalam sediaan kombinsi. Pemasukkan gugus klor pada posisi para cinci romatik feniramin maleat akan mengkatkan aktivitas antihistamin. Klorfeniramin mempunyai aktivitas 20 kali lebih besar dibandingakan feniramin dan batas keamanan 50 kali lebih besar dibandingkan tripelamin. Penyerapan obat dalam saluran cerna cukup baik ± 70% obat terikat oleh protein plasma. Kadar darah tertinggi obat dicapai 2-3 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro plasma 12-15 jam. Bromfeniramin maleat, mempunyai aktivitas sebanding dengan klorfeniramin maleat. Deksklorfeniramin maleat (polaramine, polamec), adalah isomer dekstro klorfeniramin maleat, mempunyai aktivitas yang lebih baik dibanding campuran resepnya.

         3. Dimentidine maleat (fenisti), aktif dalam bentuk isomer levo, digunakan untuk pengobatan prurutik dan berbagai  bentuk alergi. Awal kerja obat cepat, 20-60 menit setelah pemberian oral dan efeknya berakhir setelah 8-12 jam.

        4. Tripolidin HCl ( Actidil), adalah turunan alkenilamin, merupakan antihistamin H1 yang digunakan untuk pengobatan alergi dan gejala influenza, dikombinasi dengan pseudoefedri HCl (Actifed, Nasafed, Trifed). Aktivitasnya terutama ditentukan oleh isomer geometri, dimana gugus pirilidinometil pada posisi trans dengan gugus piridil. Isomer E aktivitasnya 1000 kali lebih besar dibandingkan isomer Z. Potensi relatif tripolidin sama dengan deksklorfeniramin. Efek tertinggi dicapai setelah 3,5 jam pemberian oral dan masa kerja obat ± 12 jam.

Farmakodinamik

Mekanisme kerja chlorpheniramine sebagai antagonis H1 adalah berkompetisi dengan aksi dari histamin endogenus, untuk menduduki reseptor-reseptor normal H1 pada sel-sel efektor di traksus gastrointestinal, pembuluh darah, traktus respiratorius dan beberapa otot polos lainnya. Efek antagonis terhadap histamin ini akan menyebabkan berkurangnya gejala bersin, mata gatal dan berair, serta pilek pada pasien.

Chlorpheniramine maleat memiliki efek antikolinergik dan sedatif ringan. Diperkirakan bahwa mekanisme antihistamin obat ini, juga memiliki efek antiemetik, antimotion sickness, dan antivertigo berhubungan dengan kerja obat dalam memepengaruhi antikolinergik pusat. Obat antagonis H1 klasik, dapat menstimulasi dan mendepresi susunan saraf pusat. Chlorpheniramine yang diguankan secara topikal, dapat meredakan pruritus.

Farmakokinetik

Farmakokinetik chlorpheniramine maleat adalah sebagai berikut:

Absorbsi

Obat chlorpheniramine diabsorpsi baik setelah konsumsi per oral. Bioavailabilitas obat sekitar 25-50%. Konsentrasi puncak tercapai dalam waktu 2-3 jam. Masa kerja obat adalah sekitar 4-6 jam.

 Metabolisme

Chlorpheniramine terutama dimetabolisme dihepar, melalui enzim sitokrom P450 (CYP450). Antihistamin H1 merupakan salah satu golongan obat yang menginduksi enzim mikrosomal hepatik, dan dapat memfasilitasi metabolismenya sendiri.

Distribusi

Sekitar 72% chlorpheniramine dalam plasma darah terikat plasma.

- Eliminasi

Waktu paruh obat dalam plasma darah, bervariasi sekitar 12-15 jam, hingga mencapai 27 jam. Waktu paruh dapat berdurasi sekitar tiga kali lebih lama dari pada efek terapeutiknya. Sebagai besar chlorpheniramin dikeluarkan oleh tubuh, melalui urine.

 

    B. Antihistamin Turunan Fenotiazin

Antihistamin turunan fenotiazin selain mempunyai efek antihistamin juga mempunyai aktivitas tranquilizer dan antiemetik, serta dapat mengadakan potensial dengan obat analgesik dan sedatif.  Secara umum pemasukkan gugus halogen atau CF3 pada posisi 2 dan perlaman atom C rantai samping, minsal etil menjadi propil, akan meningkatkan aktivitas tranquilizer dan menurunkan efek antihistmin. Contoh: prometazin HCl, metdilazin HCl, mekuitazin, oksomemazin, isotipendil HCl, trimeprazin dan pizotifen hidrogen fumarat.


            1. Prometazin HCl (camergan, phenergan, prome), merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dan masa kerja lama, digunakan sebagai antiemetik (dalam bentuk garam dengan 8-kloroteofilinat) dan tranquilizer. Prometazin menimbulkan efek sedasi cukup besar dn digunakan pula untuk pemakaian setempat karena mempunyai efek anestesi setempat. Absorbsi dalam saluran cerna sempurna, kadar plasma tertinggi dicapai   2-3 jam setelah pemberian oral, peningkatan protein plasma 76-93%. Diekskresikan terutama melalui urin dan empedu, waktu paro eliminasi   5-14 jam.

            2. Metdilazin HCl (tacaryl), digunakan terutama sebagai antipruritik. Absorbsi obat dalam saluran cerna cepat, kadar darah tertinggi dicapai 30 menit setelah pemberian oral.

            3. Mekuitazin (meviran), adalah antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja lama, digunakan untuk memperbaiki gejala alergi, terutama alergi rinitis, pruritis, urtikaria dan ekzem.

            4. Oksomemazin (Doxergan), adalah antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja lama, diguanakan untuk memperbaiki gejala alergi, terutama alergi rinitis dan kutaneus dan untuk antibatuk.

          5. Isotipendil HCl (Andatol), merupakan antagonis H1 turunan azafenotiazin, diguanakan sebagai antipruritik, urtikaria dan dermatitis. Senyawa ini menimbulkan efek sedasi cukup besar. Masa kerja obat ± 6 jam. Kadang-kadang digunakan pula sebagi antihistamin setempat.

        6. Pizotifen hidrogen fumarat (Lysagor), adalah antihistamin H1 yang sering digunakan sebagai antimigren dan perangsang nafsu makan. Absorbsi dalam saluran cerna sempurna, kadar plasma tertinggi dicapai 5 jam setelah pemberian oral, pengikatan protein plasma 90%. Dosis: 0,5 mg 1 dd.

Antihistamin turunan fenotiazin juga dapat memblok  obat reseptor dopamin, mual dan muntah yang menyertai zat-zat fisik (terapi radiasi dan partikel viirus) dan zat-zat kimia (toksin dan kemoterapin Ca) dapat diobati dengan derivat fenotiazin, seperti Klorpromazin, prometazin, trietilpirazin dan triflupromazin. Obat-obat ini memblok reseptor-reseptor dopamin didaerah postrema.

Farmakologi chlorpromazine adalah sebagai antipsikotik dengan memblokade reseptor dopamin dan sebagai tranquilizer minor dengan memblokade reseptor histamine.

Farmakokinetik

Absorbsi oral dari klorpromazine dan proklorperazin bervariasi, bentuk cair mempunyai laju absorbsi yang lebih cepat. Karena klorpromazin sangat kuat berikatan dengan protein dan mempunyai waktu paruh yang panjang, maka obat dapat mengalami akumulasi. Baik klorpromazin mau proklorperazine dimetabolisme oleh hati dan diekskresikan sebagai metabolit dalam urin

Farmakodinamik

Klorpromazin terutama diresepkan bagi ganguan psikotik dan proklorperazin untuk mual dan muntah. Proklorperazin mempunyai efek antikolinergik dan tidak tidak boleh diberiakn ke pada pasien dengan glukoma, khususnya glukoma sudut sempit. Karena hipotensi merupakan efek samping dari fenotiazin, maka setiap obat antihipertensi yang berikatan pada waktu yang bersamaan dapat menimbulkan efek hipotensi aditif. Narkotik dan sedatif-hipnotik yang diberikan bersamaan dengan fenotiazine dapat menyebabkan depresi SSP aditif. Antasid mengurangi laju absorbsi dari kedua obat ini.

Mula kerja pemberian oral, intramuskular, intravena dari klorpromazin dan proklorperazin adalah sama. Preparat sustained-release memperpanjang lama kerja dari kedua obat ini. obat-obat ini hanya boleh diberikan per rektal jika metode pemmberian oral tidak dapat ditoleransi. Sering kali absorbsi pada pemberian per rektal tidak menentu. Untuk pemberian intramuskular, obat-obat ini harus diberikan dengan dalam pada otot dorsogluteal.

 

PERTANYAAN

    1. Bagaimana mekanisme absorbsi obat  Dimentidine maleat didalam tubuh?

    2. Bagaimana proses metabolisme dari obat tripolidin HCl sampai memberikan efek ke tubuh? 

      3. Kenapa pada antihistamin turunan fenotiazin ketika pemasukan gugus halogen atau CF3 pada posisi 2 dapat menurunkan efek antihistamin?

DAFTAR PUSTAKA

Kee, J.L dan E. R. Hayes. 1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. EGC, Jakarta.

Siswandono. 2016. Kimia Medisinal 2 Edisi 2. Airlangga University Press, Surabaya.

Staf Pengajar Depertemen Farmakologi. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed 2. EGC, Jakarta.


Jumat, 20 November 2020

ANTIHISTAMIN (TURUNAN ETILENDIAMIN DAN KOLAMIN)


Histamin merupakan salah satu faktor yang menimbulkan kelainan akut dan kronis mekanisme antihistamin pada penyakit alergi. Histamin adalah molekul kecil yang diproduksi didalam tubuh manusia oleh dekarbosilasi. Dimana asam amino histidin banyak didistribusikan ke seluruh jaringan terapi terutama yang terkonsentrasi dikulit, paru-paru dan sebagian besar disaluran pencernaan. Histamin dihasilkan dan disimpan didalam granula dalam sel mast yang terletak didalam jaringan basofil dan eosinofil yang beredar di darah dan sel-sel seperti enterpchromaffin terletak dilapisan perut.




Terdapatnya histamin (aktif) berlebihan didalam tubuh, menimbulkan efek antara lain:

 1.  Kontraksi otot polos bronchi, usus dan uterus

 2. Vasodilatasi semua pembuluh darah dengan akibat hipertensi

3. Memperbesar permeabilitas kapiler, yang berakibat udema dan pengembangan mukosa

4. Memperkuat sekresi kelenjar ludah, air mata dan asam lambung

5. Stimulasi ujung saraf dengan akibat erytema dan gatal-gatal

Didalam keadaan normal jumlah histamin dalam dara cukup kecil, hanya kira-kira 50 mcg/l, sehinnga tidak menimbulkan efek seperti fek diatas. Bila mast cell pecah, histamin terlepas demikian banyak hingga efek tersebut menjadi nyata. Kelebihan histamin dalam darah diuraikan oleh enzim histaminase yang juga terdapat didalam jringan. Dalam pengobatan, untuk mengatasi efek histamin digunakan obat antihistaminika.

Ada tiga syarat utama yang memicu pelepasan histamin yaitu :

1. Reaksi alergi, ketika alergi muncul untuk pertama kalinya pada individu, kontak dengan alergen seperti ragweed serbuk sari sel menjadi aktif dan akan terbentuk sel plasma yang menghasilkan jumlah besar antibodi imunoglobulin E. IgM E dengan kuat menempelkan diri ke sel mast. Ketika sesuatu benda asing masuk dan kontak dengan ragween pollen, sehingga terjadilah pengikatan alergen dengan antibodi IgE. Sehingga akan memicu aktivitas sel yang akan melepaskan butiran kaya histamin.

2. Pelepasan histamin yaitu cedera jaringan , jadi ketika terjadi cedera jaringan yang rusak sel mast melepaskan mediator kimia diantarannya histamin yang mempengaruhi darah, pembuluh darah dan saraf didaerah yang rusak.

3.  Pemicu pelepasan histamin dapat berasal dari senyawa obat dan bahan kimia asing yang ditemukan dalam racun antibiotik seperti pewarna dan alkaloid sebagai morfin adalah bebrapa contoh yang langsung bisa menggantika  histamin.

Mekanisme kerja histamin, adanya efek vasodilator histamin dapat disebabkan oleh reseptor H1 dan H2 di lokasi yang berbeda pada tipe sel jaringan vaskular. Reseptor H1 pada sel endotel dan H2 pada sel otot polos. Aktifasi H1 menyebabkan peningkatan Ca intraseluler, aktivitasi fosfolipase A2 dan menghasilkan EDRF (endothlium derived relaxing factor) yang disebut nitriogen monoksida (NO). Nitrogen monoksida tersebut menyebabkan vasodilatasi dengan cara mengakumulasi cGMP. Sementara itu, kontraksi otot polos yang disebabkan oleh aktivasi H1 timbul karena hidrolisis fofoinositol dan peningkatan Ca intraseluler. Aktivasi reseptor H2 yang terdapat pada mukosa lambung, otot jantung, dan sel imun meningkatkan cAMP. Sementara itu, aktivasi H3 yang terdapat dibeberapa ara SSP menurunkan pelepasan histamin dari saraf histaminergik yang diduga akibat penurunan infuks Ca.

Antihistamin adalah zat yang dapat mengurangi atau menghalangi efek histamin yang berlebihan didalam tubuh, dengan jalan memblock reseptornya, atas dasar jenis reseptor histamin, dibedakan menjadi dua macam antihistaminika, yaitu:

1.      Antihistaminika H1 (H1 Bloker)

Zat ini menekan reseptor H1 dengan efek terhadap penciuman bronchi, usus dan uterus, terhadap ujung saraf dan untuk sebagian terhadap sistem pembuluh darah (vasodilatasi dan naiknya permeabilitas) kebanyakan antihistamin termasuk kelompok ini. selain daya antihistaminka, obat-obat ini kebanyakan memiliki khasiat lain yaitu antikolonergik, menekan SPP dan beberapa diantaranya antiserotomin dan lokal anestesi. Berdasarkan efek tersebut, antihistamininika ini banyak digunakan untuk mengatasi bermacam-macam gangguan, antara lain asma yang bersifat alergi (reaksi alergi terhadap minyak serbuk sari bunga), sengatan serangga (lebah), uritakaria, kurang nafsu makan, mabuk perjalanan, parkinson dan sebagai sedativ hipnotika.

2.      Antihistaminika H2 (H2 Bloker)

Menekan reseptor H2 dengan efek terhadap hipersekresi asam klorida dan untuk sebagian terhadap vasodilatasi dan turunnya tekanan darah. Obat yang termasuk golongan ini adalah simetidin dan ranitidin.

Antihistamin atau penghambat H1 bersaing dengan histamin untuk menduduki reseptor, sehingga menghambat respon histamin. Penghambat H1 disebut juga antagonis histamin. Ada 2 tipe reseptor histamin, H1 dan H2 keduanya menyebabkan respon yang berbeda. Bila H1 dirangsang, otot-otot polos ekstravaskuler, termasuk otot-otot yang melapisi rongga hidung akan berkonstriksi. Pada perangsangan H2, terjadadi peninggkatan sekreksi gastrik, yang menyebabkan terjadinya tukak lambung. Kedua tipe histamin ini jangan dikacaukan satu dengan lainnya. Antihistamin mengurangi sekresi nesofaring dengan jalan  menghambat resptor H1.

Sifat antikolinergik pada kebanyakan anthistamin menyebabkan mulut kering dan penggurangan sekresi, membuat zat ini berguna untuk mengobati rinitis yang ditibulkan olh flu. Dimana antihistamin juga mengurangi rasa gatal pada hidung yang menyebabkan penderita bersin. Banyak obat-obat flu yang dapat dibeli bebas mengandung anthistamin, yang dapat menimbulkan rasa ngantuk. Antihistamin tidak berguna pada keadaan emergensi (gawat darurat) seperti anafilaksis.

 Antihistamin Turunan Etilendiamin, struktur umum : Ar (Ar`)N-CH2-CH2-N(CH3)2, merupakan antagonis H-1 dengan keefektifan yang cukup tinggi, meskipun efek penekanan sistem saraf pusat dan iritasi lambung cukupp besar. Fenbezamin (mepiramin) merupakan antagonis H1 turunan etildiamin yang pertama kali digunakan dalam klinik. Penggantian isoterik gugus fenil dengan gugus 2-penidil, seperti pada tripelenamin, dapat meningkatkan aktivitas dan menurunkan toksiksitas. Pemasukkan gugus metoksi pada posisi para gugus benzil tripelamin, seperti pada pirilamin, akan meningkatkan aktivitas dan memperlama masa kerja obat. Contoh tripelenamin HCL, anatozin HCL, mebhidrolin nafadisilat dan bamipin HCL (Soventrol).

Berikut merupakan contoh etildiamin  :

 1. Tripelenamin HCL (Azaron, tripel), mempunyai efek antihistamin sebanding dengan difenhidramin dengan efek samoing yang lebih rendah. Tripelenamin juga digunakan untuk pemakaian setempat karena mempunyai efek anestesi setempat. Efektif untuk pengobatan gejala alergi kulit, seperti pruiritis dan uritakaria kronik.

 2.  Antazolin HCL (Antistine), mempunyai aktivitas antihistamin yang lebih rendah dibandinggkan etilendiamin lain. Antazolin mempunyai efek antikolinergik dan lebih banyak digunakan untuk pemakaian setempat karena mempunyai efek anestesi setempat dan dua kali lebih besar dibanding  prokain HCL. Dosis untuk obat mata larutan 0,5

3.  Mebhidrolin nafadisilat, strukturnya mengandung rantai samping aminopropil dalam sintesis heterosiklik karbolin dan bersifat kaku. Senyyawa tidak menimbulkan efek analgesik dan anestesi setempat. Mebhidrolindigunakan untuk pengobatan gejala pada alergi dermal, seperti sermatitis dan ekzem, konjungtivitis dan asma bronkinial. Penyerapan obat dalam saluran cerna relatif lambat karna plasma tertnggi dcapai setelah kurang lebih 2 jam dan menurun secara bertahap sampai 8 jam.

Antihistamin Turunan Eter Aminoalkil (Kolamin), struktur umum : Ar (Ar-CH2)CH-O -CH2-N(CH3)2 , turunan kolamin atau eter aminoalkil pertama kali digunakan sebagai antagonis H1 adalah difenhidrami. Studi hubungan kuatitatif turunan difenhidramin oleh kutter dan hansch menunjukkan bahwa sifat lifopil dan sterik mempengaruhi aktivitas antihistamin dan pengaruh sifat lebih dominan dibanding sifat lipofil.

1.      Farmakokinetik

Farmakokinetik  pada salah satu turunan antihistamin kolamin adalah  diphenhydramin , berupa aspek absorbsi, distribusi, metabolisme dan ekskresinya.

-    Absorbsi, obat diphenhydramine diabsorbsi dengan baik disaluran pencernaan. waktu untuk mencapai konsentrasi plasma puncak sekitar 1-4 jam.

-   Distribusi, diphenhydramine didistribusikan secara luas ke seluruh bagian tubuh termasuk sistem saraf pusat. Obat ini dapta berikatan dengan protein plasma 98-99%.

- Metabolisme, diphenhydramine dimetabolisme terutama dihati. Diphenhidramine dapat dimetabolisme dihati menjadi N-Desmetildiphenhydramine dan dipfenhidramin N-glukoronida.

-  Ekskresi, diphenhydramine diekskresi melalui urin dalam bentuk metabolit walaupun sebagian kecil bisa berbentuk obat utuh. Waktu paruh eliminasi dari tubuh 2,4 - 9,3 jam.

2.      Farmakodinamik

            Obat diphenhydramine merupakan antihistamin dari kelas eter aminoalkil( kolamin). Diphenhydramine berperan sebagai antagonis reseptor histamin H1.  Diphenhydramine bersaing dengan histamin bebas untuk menepati reseptor histamin terutama H1 terutama disaluran pencernaan, uterus, pembuluh darah besar dan otot bronkus. Ikatan obat diphenhydramine dengan reseptor histamin H1 mengurangi efek negatif yang diakibatkan oleh ikatan histamin bebas dengan reseptor histamin H1 seperti reaksi inflamasi, vasodilatasi, bronkokonstriksi dan edema. Ikatan obat antihistamin H1 dengan reseptor histamin dapat menguirangi faktor transkripsi respon imun NF-kβ melalui fosfolipase C. Jalur sinyal fosfatidilinositol (PIP2) juga dapat mengurangi presentasi antigen dan mengurangi pengeluaran sitokin pro inflamasi dan faktor kemotaksis. Antihistamin juga dapat menurunkan konsentrasi ion kalsium sehingga dapat menstabilkan sel mast sehingga pengeluaran histamin berkurang. Antihistamin generasi pertama seperti diphenhydramine dapat melewati sawar otak dan dapat berikatan dengan reseptor histamin H1 di otak sehingga dapat menyebabkan efek sedasi walaupun berikatan dalam dosis terapeutik.


Berikut merupaka contoh kolamin :

1. Difenhidramin HCL (benadryl), merupakan antihistamin kuat yang mempunyai efek sedatif dan antikolinergik. Senyawa ini digunakan untuk pengobatan berbagai kondisi alergi, seperti pruritik, urtikaria, ekzem, dermatitis atopi, rinitis, untuk antipasmodik, antiemetik dan obat batuk.

 2. Dimenhidrinat (dramamin, antimo), adalah garam yang terbentuk dari difenhidramin ddan 8-kloroteofilinat. Dimenhidrinat digunakan untuk antimabuk, diberikan 0,5 jam sebelum berpergian dan anti mual pada wanita hamil. Efek farmakologis ini tidak berhubungan dengan aktivitas antihistamin dari difenhidramin.

3. Karbinoksamin maleat, mengandung satu atom C asimetrik yang mengikat dua cincin aromatik. Bentuk yang aktif adalah isomer levo dengan konfigurasi S karena dapat berinteraksi secara serasi dengan reseptor H1. Karbinoksamin menimbulkan efek sedasi yang lebih ringan dibanding difenhidramin.

4. Klorfenoksamin HCL, penyerapan dalam saluran cerna rendah sehingga untuk memperoleh efek sistemik diperlukan dosis yang cukup besar.

5. Klemastin fumarat, merupakan antagonis H1 kuat dengan masa kerja lama. efek antikolinergik dan penekanan sistem saraf pusat kecil.

6. Piprinhidrat, difenhidralin 8-kloroteofilinat, digunakan terutama untuk pengobatan rinitis, alergi konjung tivis dan deman karna alergi.

            PERTANYAAN

1.   Jelaskan kenapa antihistamin generasi kedua lebih direkomendasikan penggunaan nya dibandingkan antihistamin generasi pertama?

2.  Apakah perbedaan dari antihistamin turunan etilendiamin dan antihistamin turunan kolamin?

3. Bagaimana efek samping yang ditibulkan oleh obat antihistamin turunan etilendiamin dan antihistamin turunan kolamin dan diantara kedua turunan antihistamin tersebut manakah yang lebih belih baik untuk digunakan?


PERTANYAAN :

1.  Jelaskan kenapa antihistamin generasi kedua lebih direkomendasikan penggunaan nya dibandingkan antihistami pertama bagi pasien ulkus peptikum pada usia lanjut serta bagaimana proses absorbsinya didalam tubuh? 

2. Bagaiman interaksi  yang ditimbulkan jika salah satu obat antihistamin turunan etilendiamin dikombinasikan dengan obat antibiotik (eritromisin) apakah dapat meningkatkan aktivitas antihistaminnya atau malah menurunkan aktivitas antihistaminnya? 

3.    Bagaimanakah cara peningkatam bioavailabilitas didalam darah dari obat antihistamin turunan kolamin Klorfenoksamin HCL? 

DAFTAR PUSTAKA

Siswandono. 2016. Kimia Medisinal 2 Edisi 2. Airlangga University Press, Surabaya

Staf Pengajar Depertemen Farmakologi. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed 2. EGC, Jakarta.

Tim MGMP Pati. 2015. Farmakologi III. Deepublish, Yogyakarta. 

Reumatoid Artritis

  REUMATOID ARTRITIS Reumatoid artritis merupakan penyakit multisistem kronik yang ditandai oleh beragam manifestasi klinis, dengan awitan...