A. Antihistamin
Turunan Propilamin (Alkilamin)
Antihistamin turunan propilamin (alkilamin), struktur umum Ar
(Ar`)CH-CH2-CH2-N(CH3)2. Turunan
propilamin (alkilamin) merupakan antihistamin dengan indeks terapetik (batas
keamanan) cukup besar dengan efek samping dan toksisitas yang relatif rendah.
Contoh: feniramin maleat, bromfeniramin maleat, klorfeniramin maleat,
deklorfeniramin maleat dan triprolidin HCL.
1. Feniramin maleat (Avil), merupakan turunan alkilamin yang mempunyai efek antihistamin H1 terendah. Diperdagangkan dalam bentuk campuran rasematnya. Harus diberikan bersama makanan.
2. Klorfeniramin maleat (CTM, Cohistan, Pehachlor), merupakan antihistamin H1 yang populer dan banyak diguankan dalam sediaan kombinsi. Pemasukkan gugus klor pada posisi para cinci romatik feniramin maleat akan mengkatkan aktivitas antihistamin. Klorfeniramin mempunyai aktivitas 20 kali lebih besar dibandingakan feniramin dan batas keamanan 50 kali lebih besar dibandingkan tripelamin. Penyerapan obat dalam saluran cerna cukup baik ± 70% obat terikat oleh protein plasma. Kadar darah tertinggi obat dicapai 2-3 jam setelah pemberian oral, dengan waktu paro plasma 12-15 jam. Bromfeniramin maleat, mempunyai aktivitas sebanding dengan klorfeniramin maleat. Deksklorfeniramin maleat (polaramine, polamec), adalah isomer dekstro klorfeniramin maleat, mempunyai aktivitas yang lebih baik dibanding campuran resepnya.
3. Dimentidine maleat (fenisti), aktif dalam bentuk isomer levo, digunakan untuk pengobatan prurutik dan berbagai bentuk alergi. Awal kerja obat cepat, 20-60 menit setelah pemberian oral dan efeknya berakhir setelah 8-12 jam.
4. Tripolidin HCl ( Actidil), adalah turunan alkenilamin, merupakan antihistamin H1 yang digunakan untuk pengobatan alergi dan gejala influenza, dikombinasi dengan pseudoefedri HCl (Actifed, Nasafed, Trifed). Aktivitasnya terutama ditentukan oleh isomer geometri, dimana gugus pirilidinometil pada posisi trans dengan gugus piridil. Isomer E aktivitasnya 1000 kali lebih besar dibandingkan isomer Z. Potensi relatif tripolidin sama dengan deksklorfeniramin. Efek tertinggi dicapai setelah 3,5 jam pemberian oral dan masa kerja obat ± 12 jam.
Farmakodinamik
Mekanisme kerja chlorpheniramine sebagai antagonis H1 adalah
berkompetisi dengan aksi dari histamin endogenus, untuk menduduki
reseptor-reseptor normal H1 pada sel-sel efektor di traksus gastrointestinal,
pembuluh darah, traktus respiratorius dan beberapa otot polos lainnya. Efek
antagonis terhadap histamin ini akan menyebabkan berkurangnya gejala bersin,
mata gatal dan berair, serta pilek pada pasien.
Chlorpheniramine maleat memiliki efek antikolinergik dan sedatif
ringan. Diperkirakan bahwa mekanisme antihistamin obat ini, juga memiliki efek
antiemetik, antimotion sickness, dan antivertigo berhubungan dengan kerja obat
dalam memepengaruhi antikolinergik pusat. Obat antagonis H1 klasik, dapat
menstimulasi dan mendepresi susunan saraf pusat. Chlorpheniramine yang
diguankan secara topikal, dapat meredakan pruritus.
Farmakokinetik
Farmakokinetik chlorpheniramine maleat adalah sebagai berikut:
- Absorbsi
Obat chlorpheniramine diabsorpsi baik setelah konsumsi per oral. Bioavailabilitas obat sekitar 25-50%. Konsentrasi puncak tercapai dalam waktu 2-3 jam. Masa kerja obat adalah sekitar 4-6 jam.
- Metabolisme
Chlorpheniramine terutama dimetabolisme dihepar, melalui enzim sitokrom P450 (CYP450). Antihistamin H1 merupakan salah satu golongan obat yang menginduksi enzim mikrosomal hepatik, dan dapat memfasilitasi metabolismenya sendiri.
- Distribusi
Sekitar 72% chlorpheniramine dalam plasma darah terikat plasma.
- Eliminasi
Waktu paruh obat dalam plasma darah, bervariasi sekitar 12-15 jam,
hingga mencapai 27 jam. Waktu paruh dapat berdurasi sekitar tiga kali lebih
lama dari pada efek terapeutiknya. Sebagai besar chlorpheniramin dikeluarkan
oleh tubuh, melalui urine.
B. Antihistamin
Turunan Fenotiazin
Antihistamin turunan fenotiazin selain mempunyai efek antihistamin
juga mempunyai aktivitas tranquilizer dan antiemetik, serta dapat mengadakan
potensial dengan obat analgesik dan sedatif.
Secara umum pemasukkan gugus halogen atau CF3 pada posisi 2 dan perlaman
atom C rantai samping, minsal etil menjadi propil, akan meningkatkan aktivitas
tranquilizer dan menurunkan efek antihistmin. Contoh: prometazin HCl,
metdilazin HCl, mekuitazin, oksomemazin, isotipendil HCl, trimeprazin dan
pizotifen hidrogen fumarat.
1. Prometazin HCl (camergan, phenergan, prome), merupakan antihistamin H1 dengan aktivitas cukupan dan masa kerja lama, digunakan sebagai antiemetik (dalam bentuk garam dengan 8-kloroteofilinat) dan tranquilizer. Prometazin menimbulkan efek sedasi cukup besar dn digunakan pula untuk pemakaian setempat karena mempunyai efek anestesi setempat. Absorbsi dalam saluran cerna sempurna, kadar plasma tertinggi dicapai 2-3 jam setelah pemberian oral, peningkatan protein plasma 76-93%. Diekskresikan terutama melalui urin dan empedu, waktu paro eliminasi 5-14 jam.
2. Metdilazin HCl (tacaryl), digunakan terutama sebagai antipruritik. Absorbsi obat dalam saluran cerna cepat, kadar darah tertinggi dicapai 30 menit setelah pemberian oral.
3. Mekuitazin (meviran), adalah antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja lama, digunakan untuk memperbaiki gejala alergi, terutama alergi rinitis, pruritis, urtikaria dan ekzem.
4. Oksomemazin (Doxergan), adalah antagonis H1 yang kuat dengan masa kerja lama, diguanakan untuk memperbaiki gejala alergi, terutama alergi rinitis dan kutaneus dan untuk antibatuk.
5. Isotipendil HCl (Andatol), merupakan antagonis H1 turunan azafenotiazin, diguanakan sebagai antipruritik, urtikaria dan dermatitis. Senyawa ini menimbulkan efek sedasi cukup besar. Masa kerja obat ± 6 jam. Kadang-kadang digunakan pula sebagi antihistamin setempat.
6. Pizotifen hidrogen fumarat (Lysagor), adalah antihistamin H1 yang sering digunakan sebagai antimigren dan perangsang nafsu makan. Absorbsi dalam saluran cerna sempurna, kadar plasma tertinggi dicapai 5 jam setelah pemberian oral, pengikatan protein plasma 90%. Dosis: 0,5 mg 1 dd.
Antihistamin turunan fenotiazin juga dapat memblok obat reseptor dopamin, mual dan muntah yang
menyertai zat-zat fisik (terapi radiasi dan partikel viirus) dan zat-zat kimia
(toksin dan kemoterapin Ca) dapat diobati dengan derivat fenotiazin, seperti
Klorpromazin, prometazin, trietilpirazin dan triflupromazin. Obat-obat ini
memblok reseptor-reseptor dopamin didaerah postrema.
Farmakologi chlorpromazine adalah sebagai antipsikotik dengan
memblokade reseptor dopamin dan sebagai tranquilizer minor dengan memblokade
reseptor histamine.
Farmakokinetik
Absorbsi oral dari klorpromazine dan proklorperazin bervariasi,
bentuk cair mempunyai laju absorbsi yang lebih cepat. Karena klorpromazin
sangat kuat berikatan dengan protein dan mempunyai waktu paruh yang panjang,
maka obat dapat mengalami akumulasi. Baik klorpromazin mau proklorperazine
dimetabolisme oleh hati dan diekskresikan sebagai metabolit dalam urin
Farmakodinamik
Klorpromazin terutama diresepkan bagi ganguan psikotik dan
proklorperazin untuk mual dan muntah. Proklorperazin mempunyai efek
antikolinergik dan tidak tidak boleh diberiakn ke pada pasien dengan glukoma,
khususnya glukoma sudut sempit. Karena hipotensi merupakan efek samping dari
fenotiazin, maka setiap obat antihipertensi yang berikatan pada waktu yang
bersamaan dapat menimbulkan efek hipotensi aditif. Narkotik dan sedatif-hipnotik
yang diberikan bersamaan dengan fenotiazine dapat menyebabkan depresi SSP
aditif. Antasid mengurangi laju absorbsi dari kedua obat ini.
Mula kerja pemberian oral, intramuskular, intravena dari
klorpromazin dan proklorperazin adalah sama. Preparat sustained-release
memperpanjang lama kerja dari kedua obat ini. obat-obat ini hanya boleh
diberikan per rektal jika metode pemmberian oral tidak dapat ditoleransi.
Sering kali absorbsi pada pemberian per rektal tidak menentu. Untuk pemberian
intramuskular, obat-obat ini harus diberikan dengan dalam pada otot
dorsogluteal.
PERTANYAAN
1. Bagaimana mekanisme absorbsi obat Dimentidine maleat didalam tubuh?
2. Bagaimana proses metabolisme dari obat tripolidin HCl sampai memberikan efek ke tubuh?
3. Kenapa pada antihistamin turunan fenotiazin ketika pemasukan gugus halogen atau CF3 pada posisi 2 dapat menurunkan efek antihistamin?
DAFTAR PUSTAKA
Kee, J.L dan E.
R. Hayes. 1996. Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan. EGC, Jakarta.
Siswandono.
2016. Kimia Medisinal 2 Edisi 2. Airlangga University Press, Surabaya.
Staf Pengajar
Depertemen Farmakologi. 2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi Ed 2. EGC,
Jakarta.
👍👍👍👍
BalasHapusTerimakasih uni 😊😊
BalasHapusApakah boleh mengonsumsi obat antihistamin dengan cara dikombinasikan dengan obat lain ?
BalasHapusBerdasarkan literatur yang saya baca yaitu menurut gandhi et al 2018, bahwa mengkonsumsi obat antihistamnin dengan cara dikombinasi dengan obat lain, itu harus tau terlebihdulu mau kombinasinya dengan jenis obat apa karna tidak semua jenis obat dapat dikombinasikan pemakaiannya. Dimana pada jurnal ini dijelaskan bahwa penggunaan kombinasi obat boleh dilakukan jika kedua obat memiliki interasi yang sama atau bekaitan satu sama lain. Sepeti interaksi antara obat antihistamin bilastin dengan eritromisin dimana terjadinya peningkatan konsentrasi obat bilastin ketika pemakaian dikombinasikan dengan antibiotik eritromisin sehingga ketersediaan hayati nya meningkat dan konsentrasi obat nya pun juga ikut meningkat.
HapusTerimakasih atas penjelasannya
HapusSama-sama
Hapusizin menjawab pertanyaan nomor 2 pela ..
BalasHapusmenurut literatur yang saya baca, peran histamin pada pengaturan tidur membuat antihistamin bisa bermanfaat sebagai penanganan insomnia, tapi dari hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaannya memiliki efek samping yang membahayakan.
pada orang yang alergi, efek samping antihistamin ini bisa membantu orang yang susah tidur. karena kerja dari obat ini akan memblokir histamin, yaitu bahan kimia yang menghasilkan respons peradangan dan menimbulkan gejala alergi. jika sistem sarah pusat memproduksi histamin ini dan reaksi alergi muncul, maka antihistamin akan bisa menenangkan tubuh, menyebabkan tubuh menjadi lelah dan kemudian akan mengantuk setelah minum obat ini. tapi, obat ini tidak boleh digunakan untuk mengatasi insomnia, karena fungsi umum obat ini untuk mengatasi masalah alergi,
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
HapusTerimakasih atas penjelasannya cindy
HapusWah artikelnya sangat menarik, izin menjawab pertanyaan nomor 3, Penggunaan pada anak di bawah 2 tahun tidak dianjurkan kecuali atas petunjuk dari dokter dan tidak boleh digunakan pada neonatus. Karena anak usia 2 tahun memiliki kondisi fisik yang masih belum terlalu matang, sehingga ditakutkan terjadi hal yang tidak diinginkan.
BalasHapusTerimakasih ki atas penjelasan nya
HapusHai, blognya sangat menarik! Kalo boleh saya bantu jawab pertanyaan nomor 3.
BalasHapusantihistamin biasa digunakan untuk mengurangi hidung meler dan bersin, dimana penggunaan antihistamin untuk anak dibawah usia 2 tahun tidak diperbolehkan. Hal tersebut dikarenakan pada anak yang berusia di bawah dua tahun, di mana sistem saraf otonomnya belum "matang" sehingga belum memungkinkan anak tersebut untuk mengeluarkan mukus (ingus) secara spontan. Akibatnya mukus tersebut akan berkumpul didalam paru-paru yang dapat mengganggu pernapasan hingga dapat menyebabkan kematian. Hal tersebut dapat terjadi karena kerja dari Antihistamin itu sendiri ialah menghambat (menekan) histamin yang dapat menyebabkan sekresi mukus pada tenggorokan akan berkurang, apabila mukus ini ditekan akan menyebabkan penumpukan mukus pada paru-paru dan saluran pernapasan. Akibatnya bukan mengurangi gejala tetapi akan memperparah gejala tersebut. Semoga membantu!
Terimakasih panca, atas jawaban pertanyaannya.
HapusHalo nopela, artikelnya menarik sekali
BalasHapusSaya izin menjawab pertanyaan nomor 3 ya, penggunaan antihistamin untuk anak-anak harus hati-hati. Penggunaan tiap jenis obat antihistamin berbeda-beda dan disesuaikan dengan usia.
Ada beberapa obat antihistamin yang bisa digunakan anak dibawah 2 tahun, misalnya Chlorpheniramine, dengan merek dagang Chlorpheniramine: Alpara, Brontusin, Ceteem
Untuk pengobatan alergi dosis untuk anak usia 1-2 tahun sebanyak 1 mg, dua kali sehari.
Terimakasih dian atas penjelasannya.
HapusHai Nopela, terima kasih atas artikelnya.
BalasHapusSaya bantu jawab pertanyaan nomor 1, tidak terdapat interaksi dari penggunaan antihistamin yang bersamaan dengan antasida. Antihistamin antagonis H2 biasanya diformulasikan bersamaan dengan antasida, seperti Alumunium hidroksida, magnesium hidroksida, dan simetidin. Simetidin menghambat pelepasan H+ sehingga produksi asam lambung turun dan antasida menetralkan suasana asam lambung.
Semoga membatu !
Terimakasih atas jawaban pertanyaannya.
HapusArtikel nya sangat menarik dan jelas
BalasHapusTerimakasih,semoga ilmunya bermanfaat ya
HapusTerimakasih banyak atas ilmunya, artikelnya sangat bermanfaat 🙏🏻
BalasHapus